Pages

Tuesday, April 21, 2015

Surat Al-Baqarah [2:186]


Pernyataan bahwa Allah adalah dekat dengan kita

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

wa-idzaa sa-alaka ‘ibaadii ‘annii fa-innii qariibun ujiibu da’wata alddaa‘i idzaa da’aani falyastajiibuu lii walyu/minuu bii la’allahum yarsyuduuna

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

ALLAH ITU DEKAT DENGAN KITA

Dalam tadarus Al Quran itu terungkap bahwa perjalanan kepada Nya dari sejak kita di alam ruh sampai alam rahim kemudian alam dunia dan lalu alam barzah serta alam akhirat sudah dijelaskan dengan gamblang.
Tinggal kita diberi kekuatan menangkap gelombang dan pancaran firman Ilahi ini melalui hati yang ikhlas, pasrah dan semata-mata karena Allah. Tatkala ada desiran hati yang bukan karena Allah maka sulit sekali kita menangkap makna-makna itu karena akan menjadi hijab dalam diri kita. Inilah yang juga dirasakan penulis yang kadang-kadang ayat-ayat itu melewati telinga atau dibacakan tetapi tidak nyangkut.

Namun begitu hati ini dibukakan Allah, maka getaran Al Quran itu dirasakan sebagai sebuah kesejukan yang meresap kedalam hati dan selalu berdoa agar serapan-serapan ke Qalbu yang langsung dianugerahkan Allah itu tidak hilang, tidak lewat begitu saja.
Tatkala ada sedikit saja rasa kesombongan karena pangkat, ilmu, usia, keturunan atau apa saja yang selain Allah maka hati yang ikhlas ini hanya semata-mata kepada Allah akan tertahan. Gelombang firman Allah melalui Al Quran akan tertahan dalam lidah saja, dalam otak saja tidak sampai kepada qalbu, tidak sampai menghujam ruh kita. Ruh kita akan menjadi kering kalau tadarus Al Quran itu dihitung dalam jumlah halaman saja.

Saat kita terlena karena hanya tadarus saja, maka yang ada adalah kelelahan dan rasa kantuk. Tidak ada rasa Iman yang ditambahkan oleh Nya kepada diri kita. Tidak ada pengetahuan-pengetahuan baru mengenai makna-makna Al Quran yang Allah tambahkan dan Allah ilhamkan kepada ruhani kita. Allah sendiri mengatakan bahwa rasa taqwa yang dikejar dalam dan menjadi target Puasa di ilhamkan langsung kepada kita oleh Allah.

Tatkala kita baca surat Asy Syams maka tertera firmanNya yang Agung
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (91:8)

Taqwa, sebuah kondisi dalam bimbingannya setiap saat merupakan sasaran puasa selama satu bulan Ramadhan, sebuah pelatihan untuk menyadarkan akan kembali kepada-Nya, sebuah proses dimana kita akan merasakan bahwa ruh dan jasad sebuah entitas terpisah tapi berada dalam diri kita.

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (2:183)

Rasa lapar dan haus yang ditahan selama setengah hari itu tidak lain untuk mengidentifikasi diri sejati, mengenali ruh yang akan kembali Kepada Nya. Maka keberhasilan puasa akan terlihat ketika kita merasakan ruh kita dalam diri ini, merasakan jasad yang akan tertelan bumi dan menyadari bagaimana ruh inilah yang akan kembali kepadaNya dan ruh inilah yang ada dalam diri yang ditiupkan kepada kita.

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (15:28-29)

Maka kesadaran inilah yang kemudian muncul saat puasa Ramadhan, maka rasa bersama Allah inilah yang lahir sehabis bulan Ramadhan.
Ruh yang ditiupkan inilah yang akan kembali kepada Allah. Sedangkan jasad akan ditinggalkan di bumi membusuk. Tidak heran kalau Hassan Al Banna mengatakan dalam Risalah Pergerakan bahwa kebangkitan Islam dimulai dari kebangkitan Ruhiah, karena inilah yang menjadi motor kemajuan Islam dan kepada Ruh inilah Allah melimpahkan dan mengilhamkan ketaqwaan. Kekuatan ruhiah ini juga yang menyatukan langkah dalam organisasi, dalam dakwah dan dalam mengarungi perjalanan menuju Allah, jalan yang dilalui para Nabi, para Rasul, Shalihin, Auliya dan para Syuhada.

Lalu dimana Allah tempat kita berpulang? Allah sudah mengatakan sesudah ayat tentang puasa bahwa Allah itu dekat.
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (2:186)

Allah itu dekat, Allah itu dekat. Bagi yang paham bahasa Arab maka akan sangat dan sangat mendalam makna ini dalam bahasa Arab. Maka dari membaca ayat ini tergambar bahwa memang Allah itu dekat, sehingga ketika berdzikir atau shalat seharusnya tidak harus kening mengkerut untuk konsentrasi mengingat Allah, sebab Allah dekat.

Allah sudah dekat bersama kita, hanya kita kadang merasakannya jauh. Dengan mengetahui bahwa Allah dekat maka desiran hati, lintasan hati, untaian doa akan langsung didengar Allah. Allah Maha Halus. Allah Maha Mendengar.
Bahkan tidak hanya dekat dalam arti dekat seperti pengalaman ketika membaca Al Baqarah 2:186, bahkan Allah mengatakan lebih dekat dari urat leher.

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya (50:16)

Sebuah ayat yang sangat jelas, menekankan bahwa Allah itu begitu dekatnya sehingga dikatakan lebih dekat dari urat leher kita. Kita bisa bayangkan apa yang lebih dekat lagi dari urat leher. Ayat ini secara jelas gamblang memang begitu dekatnya dengan kita sehingga secara simbolis dan secara nyata dikatakan Allah lebih dekat daripada urat leher kita.
Dan Allah mengetahui bisikan hati kita. Sungguh sebuah pernyataan yang membahagiakan karena keinginan kita dengan tadarus Al Quran tidak lain adalah sebuah statement bahwa kita ingin dekat dengan Allah. Allah sendiri sudah dekat, maka kita lah yang meneguhkan diri bahwa Allah dekat.

Kita kadang merasa Allah itu jauh. Allah itu tidak terjangkau. Allah seperti dikatakan sebagian orang bisa terhubung melalui orang-orang suci. Atau dikatakan kalau kita banyak dosa, hubungan dengan Allah terputus atau sulit. Kita kadang berpendapat, tidak memiliki akses kepada Allah karena Allah jauh. Kita kadang merasa bahwa Allah dimana kita akan kembali jauh, padahal sudah jelas Allah itu dekat.

Begitu Allah menyadarkan akan diri ini betapa dekat, maka yang ada adalah keakraban, keinginan senantiasa dekat karena Allah Maha Agung, Maha Perkasa, Maha Kaya, Maha Mengetahui dan segala atribut kebesarannya.
Tidak heran kalau ada orang yang begitu didengarkan nama Allah, maka hatinya bisa tertambat, bisa tersambung bahkan bisa meneteskan air mata kebahagiaan karena seruannya disambut Allah. Inilah proses yang bisa dialami ketika membaca ayat demi ayat selama Ramadhan ini.

Allah itu dekat mengingatkan kembali akan materi Ma’rifatullah, sebuah rangkaian pengetahuan yang sudah banyak kita ketahui namun kadang tidak kita rasakan. Pengetahuan yang hanya tersangkut di otak tetapi tidak sampai kepada qalbu. Maka sering kali ilmu itu lari karena tidak Allah tambatkan kepada qalbu kita. Seringkali ketika berdiskusi lupa bahwa Allah tahu apa yang kita fikirkan, kita sembunyikan, kita tuliskan kita ucapkan. Allah akan menyambungkan hati-hati ini kalau ada kesamaan gelombang untuk menuju kepada Nya.

Membaca kembali surat Al Baqarah ayat 186, Allah tidak hanya dekat kepada kita, bahkan Allah menjawab doa doa kita.
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (2:186) Allah menjawab, Allah Maha Mendengar.
Jadi meski kita dalam perjalanan menemui-Nya ternyata Allah sudah mengatakan dekat. Meski kita sedang dalam menuju Ridha-Nya, Allah itu sangat dekat dengan keseharian kita.

Beberapa ayat dan keterangan ayat-ayat lain menguatkan Iman kepada Allah bahwa Allah itu Maha Halus, Maha Dekat dengan diri kita masing-masing.

Dan sungguh Kami telah menciptakan manusia dan Kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya. Dan kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya”. (QS. Qaff (50): 16)

Bisakah anda bayangkan bahwa urat leher kita berada dalam tubuh kita dan menyatu dengan kita. Tetapi Allah mengatakan bahwa Dia lebih dekat dari pada urat leher kita. Saya kira kesimpulannya hanya satu yakni bahwa Allah menyatu dengan kita atau sebaliknya, kita ini yang menyatu dengan Allah.

Jika diperluas pemahaman tersebut, kita bisa mengatakan bahwa Allah berada di hati kita. Allah juga berada ditarikan dan hembusan nafas kita. Allah berada di aliran darah dan denyut jantung kita. Allah juga berada di seluruh kelenjar hormone kita. Allah berada di benak pikiran kita, otak dan seluruh saraf tubuh kita. Allah berada di milyaran proses biokimiawi yang menopang kehidupan kita. Allah-lah yang berperan dalam menghidupkan seluruh aktifitas kehidupan kita, yang kita sadari maupun tidak dan yang bisa kendalikan maupun tidak. Allah adalah penguasa kehidupan kita sepenuhnya dan mutlak.

Pemahaman seperti diatas akan membawa konsekuensi yang sangat radikal dalam ketauhidan kita. Lantas kita memperoleh kesimpulan bahwa ternyata Allah tidak berjarak sama sekali dengan makhluk-NYA. Karenanya kita sangat bisa memahami kenapa Allah mengatakan bahwa Dia tahu persis apa yang dibisikkan oleh hati dan pikiran kita. Karena Allah memang berada di hati dan pikiran kita sendiri. Lalu kita juga bisa mengerti kenapa Allah mengatakan bahwa kita dalam berdoa tidaklah perlu dengan suara yang keras, karena Allah memang menyatu dalam setiap tarikan nafas dan getaran suara kita. Cukuplah berdoa dengan cara suara berbisik-bisik kepada Allah karena Allah Maha Pendengar dan lebih dekat dari pada urat leher kita.

Kemudia kita juga akan berpikiran kenapa kita harus menengadah ke langit ketika kita berdoa. Sementara kita tahu bahwa Allah begitu dekatnya bersama kita di sini. Juga menjadi aneh ketika kita membayangkan dalam shalat kita bahwa Allah berada di depan kita. Sungguh dalam waktu yang bersamaan, Allah sedang berada di depan, di belakang, di kanan, di kiri, di atas, di bawah, dan di dalam diri kita. Atau yang lebih tepat lagi. “Kita sebenarnya sedang berada didalam-NYA dan bersatu dengan Allah.”

Posted by Tafsir Al-Qur'an
https://tafsiralquran2.wordpress.com/2012/11/25/2-186/

No comments: